Kab. Muna memiliki jumlah wajib pilih sebanyak 143.000 dari 21 Kecamatan. Dari jumlah tersebut, Kab. Muna dijatah dengan 30 orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
"30 kursi Dewan itu akumulasi dari komposisi Daerah pemilihan (Dapil) yang berjumlah 6 Dapil pada Pemilu Legislatif tahun 2019, yaitu masing-masing; Dapil (1) 6 Kursi meliputi Kec. Katobu dan Kec. Batalaiworu, Dapil (II) 4 Kursi meliputi 'Kec. Lasalepa, Kec. Napabalano dan Kec. Towea', Dapil (III) 3 kursi meliputi 'Kec. Batukara, Kec. Maligano, Kec. Pasi Kolaga, Kec. Pasir Putih dan Kec. Wakorumba Selatan', Dapil (IV) 5 kursi meliputi 'Kec. Bone, Kec. Marobo, Kec. Tongkuno dan Kec. Tongkuno Selatan', Dapil (V) 5 kursi meliputi 'Kec. Kabangka, kec. Kabawo dan Kec. Kontu Kowuna', Dapil (VI) 7 kursi meliputi 'Kec. Kontunaga, Kec. Watopute, kec. Duruka dan Kec. Lohia'."
Jelang Pemilu Legislatif 2024 mendatang, Komposisi jumlah kursi dan Daerah pemilihan (Dapil) berubah. Hal ini berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 6 tahun 2023 tentang Daerah Pemilihan (Dapil) dan Alokasi Kursi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD Provinsi) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pemilihan Umum Tahun 2024.
"Dapil VI misalnya, yang tadinya 7 kursi kurang menjadi 5 kursi. Ini karena bergesernya Kec. Watopute ke Dapil I, digabungkan dengan Kec. Katobu dan Batalaiworu sehingga menjadi 7 kursi."
Keputusan tersebut menuai beragam opini, salah satunya Syukri, S.Pi. anggota DPRD Muna (aktif) Dapil VI. Syukri mengatakan, masuknya Watopute di dapil I bukan sesuatu yang mengejutkan. Pasalnya, tahun 90 an Watopute merupakan Dapil I yakni wilayah Kota. Kemudian pisah dari Dapil Kota pada Pemilu Legislatif tahun 2004/2019, 2019/2024, lalu 2024/2029 kembali lagi seperti semula masuk dapil I yang notabene wilayah Kota.
Syukri, S.Pi., Anggota DPRD Muna Periode 2004/2019-2019/2024 |
"Sebagai seorang Politisi atau petarung tentu saja tidak mempengaruhi, karena petarung selalu siap dimedan tempur manapun. Katakan sperti saya sebagai anggota DPRD sudah dua periode, maka telah banyak dikenal masyarakat Kab. Muna disemua Kecamatan. Jadi, memang penentuan Dapil itu tugas KPU, tugas kita hanya bersosialisasi dimasyarakat untuk dipilih, ungkap Syukri putra asal Kec. Watopute saat dijumpai dikediamannya di Kel. Dana pekan lalu, February 2023."
Hanya saja lanjut Syukri, kondisi ini akan mempengaruhi generasi muda yang baru ikut dalam pentas politik. Sebab jujur saja, orang yang berasal dari kampung untuk bersaing politik masuk di kota dalam hal meraup suara itu sangat sulit. Karena, warna serta karakter orang kota dan kampung itu jauh berbeda. Namanya saja kampung dan kota, jelas beda. Kalau yang sudah terbiasa dengan dua lingkungan yang berbeda (Kota dan Kampung) sih masih bisa bersaing, masalahnya yang hanya berafiliasi dikampung manamungkin bisa mempengaruhi orang-orang kota.
Sebaliknya, Politisi Partai Demokrat ini menyebutkan, justru orang Kota lah yang selalu leluasa meraup suara dikampung. Baik ditinjau dari segi kekeluargaan maupun hubungan pertemanan. Nah, saya pribadi hanya sebatas menanggapi secara sederhana, bahwa perubahan komposisi Dapil memandangnya dengan positif.
"Sementara itu, Tokoh Pemuda lainnya asal Kec. Watopute La Ode Samia berpendapat, Watopute menjadi Dapil I bergabung dengan wilayah kota merupakan kemunduran sentralisasi politik. Kita kembali mundur kebelakang, karena dahulu Watopute bagian dari Dapil I kemudian berubah atau terpisah dari wilayah Kota. Itu bukan asal berubah, tetapi berdasar pada aspirasi masyarakat Watopute melalui pendekatan struktur kewilayahan."
Watopute ini status sosialnya masih masyarakat tradisional, sedangkan Katobu dan Batalaiworu sudah menjadi wilayah Modern sebagai Ibukota Kabupaten atau pusat pemerintahan. Lebih masuk akal kalau Kec. Duruka bergabung dengan Dapil I, kenapa!? Karena Duruka merupakan wilayah pinggir kota yang tidak terpisahkan, sedangkan Watopute ada sekat hutan dan jarak tempuh beberapa kilometer, ujar Samia.
Sehingga, untuk memperoleh kursi perwakilan di Dewan itu sulit. Kita tidak memungkiri, dari masa ke masa Putra/Putri Kec. Watopute semakin banyak yang akan mencoba peruntungan di pentas Politik. Sementara, mereka hanya bisa meraup suara diwilayah domisilinya saja. Beda dengan wilayah Kota secara bebas masuk di Watopute atas beberapa faktor misalnya jalur keluarga, pertemanan, atau faktor X lainnya, ungkapnya.
Entahlah, apakah ini ada unsur kesengajaan untuk mengamputasi masa depan generasi muda Kec. Watopute atau memang murni kebutuhan aturan!? Tanya Samia dengan ekspresi kebingungan.
Namun, kita tidak boleh kalut dan gaduh dengan kondisi ini. Langkah penting yang wajib ditempuh adalah konsolidasi, bersatu untuk melahirkan figur Kec. Watopute agar ada keterwakilan di DPRD Kabupaten. Jika tidak, maka Watopute tidak akan memiliki keterwakilan yang senantiasa memperjuangan wilayah ini, kata Samia.
Siapa yang akan perduli dan terus menyuarakan kepentingan wilayah Kec. Watopute kalau bukan asli Kec. Watopute!? Tidak mungkin orang dari wilayah lain yang akan suarakan, oleh karenanya masyarakat Watopute mulai berpikir sadar. Kita akan memilih orang luar yang belum tentu memperjuangan kita atau memilih figur kita yang sudah pasti akan memperjuangkan Watopute, Jelas Samia kepada Nusantarainfo.id (14/2/2023).
0 Komentar