Ticker

6/recent/ticker-posts

Murid Sulit Belajar ?Berikut Cara Mengatasinya Berdasarkan Kurikulum Merdeka

 

Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah pada kurikulum merdeka saat ini, guru dihadapkan dengan sejumlah karakteristik siswa berbagai variasi.

Ada siswa yang dapat menerima kegiatan belajarnya secara lancar dan tepat tanpa mengalami kesulitan.

Di sisi lain tidak sedikit pula yang dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.

Kesulitan siswa ditunjukkan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar.

Kesulitan belajar dapat pula disebabkan oleh faktor biologis, psikologis dan sosiologis. Yang semua itu pada akhirnya dapat mengakibatkan prestasi belajar berada di bawah rata-rata.

Hal tersebut ditandaskan pemerhati pendidikan, Mulyati Hanum SPd, sebagaimana ditulis Riaupos.

Kesulitan belajar ada yang disebut Learning Disorder, Learning Disfunction, Under Achiever, Slow Learner dan Learning Disability. Mari kita simak bersama.

1. Learning Disorder

Ini keadaan dimana proses belajar anak/murid/siswa menjadi terganggu karena hilangnya respons yang bertentangan.

Terjadinya anak sulit belajar karena adanya respons yang bertentangan dalam diri anak. Sehingga, hasil belajar yang dicapainya jadi lebih rendah dari potensi yang dimiliki.

Contoh, anak yang sudah terbiasa dengan olahraga keras, seperti karate dan tinju. Maka akan mengalami kesulitan bila menuntut gerakan-gerakan yang lemah gemulai.

2. Learning Disfunction 

Merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan anak tidak berfungsi dengan baik. Meskipun sebenarnya anak tersebut tidak menunjukkan adanya subnormality mental ataupun gangguang psikologis lainnya.

Contoh, anak yang memiliki postur tubuh yang tinggi, atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola voli. Namun, mereka tidak pernah dilatih, maka dia tidak dapat menguasai teknik permainan bola voli dengan baik dan benar. Itu karena tidak/kurangnya mendapat pembinaan dalam hal tersebut.

3. Under Achiever

Hal ini mengacu pada anak yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal. Tetapi, anehnya prestasi belajar yang didapatkan tergolong rendah.

Contoh, anak yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ-nya 130). Namun, anehnya prestasi belajar yang didapatkannya biasa-biasa saja atau malahan sangat rendah.

4. Slow Learner

Adalah anak yang dalam belajarnya lambat menerima atau menangkap pelajaran sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama.

5. Learning Disabilities

Pada kelompok ini, si anak mengalami ketidakmampuan belajar yang mengacu pada gejala dimana si anak didapat belajar sama sekali atau menghindari belajar. Sehingga, tidak pernah menemui hasil pembelajarannya secara intelektual.

Misal, hal ini terdapat pada anak-anak ambisil ataupun idiot. Memang, faktor makanan turut menentukan daya pikir, kecerdasan dan daya tangkap anak dalam menerima pembelajaran. Sudah semestinya orangtua memberikan asupan makanan sehat, kaya nutrisi dan gizi. Serta, menu halal buat anak-anaknya terlebih dalam masa pertumbuhan.

Ketidak pedulian orang tua berpengaruh 

Orang tua memiliki waktu lebih banyak bersama anaknya, sehingga diperlukan interaksi yang baik secara kontinyu. Misalnya tanyakan mengenai aktifitas disekolah, pelajaran apa.

Selain itu, terjadinya anak mengalami kesulitan dalam belajar di sekolah dikarenakan orangtua biasanya tidak peduli pada anak. Dalam masa perkembangannya, anak-anak perlu distimulus aspek motorik dan daya pikirnya.

Terkadang anak dibiarkan tercampak apa adanya tanpa ada kata ditanya, dibimbing atau dilatih. Sementara orangtua sibuk mencari uang atau aktifitasnya sendiri. Tanpa hirau dengan usia, tumbuh kembang anak dan problematikanya.

Guru Sebagai Motivator

Kesulitan belajar yang dialami anak secara umum bersumber dua faktor. Pertama, faktor dari dalam diri sendiri (faktor intern) seperti cacat tubuh, kurang mendengar, kurang motivasi, inteligensi yang rendah dan lain sebagainya.

Kedua, faktor dari luar diri di anak seperti kekurangan fasilitas belajar di rumah, jadwal sekolah yang terlalu padat, kurang perhatian dari orangtua, buku penunjang yang minim dimiliki anak, infrastruktur jalanan ke sekolah yang rusak dan sebagainya.

Guru perlu mengenal latar belakang keluarga apakah berasal dari keluarga broken home (orangtua bercerai), yatim piatu atau keluarga harmonis dan mapan.


Posting Komentar

0 Komentar