Pemerintah menetapkan bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM dengan peredaran bruto atau omzet di bawah Rp500 juta bebas dari pajak penghasilan atau PPh. Meskipun belum ada aturan teknis pembebasan pajak itu, UMKM dapat bersiap dengan rutin mencatat rincian omzet.
Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang berlaku pada tahun ini mengatur mengenai pembebasan PPh bagi UMKM wajib pajak orang pribadi. Syarat bebas PPh itu adalah omzet di bawah Rp500 juta dalam satu tahun.
Melalui cuitan di akun resmi Twitter @kring_pajak yang dilansir oleh Bisnis.Com, Direktoraj Jenderal (Ditjen) Pajak menjelaskan bahwa sepanjang wajib pajak atau UMKM terkait masih berhak menggunakan PPh Final UMKM dalam Peraturan Pemerintah (PP) 23/2018 dan omzetnya tidak lebih dari Rp500 juta per tahun, maka UMKM itu bebas dari PPh.
Meskipun begitu, saat ini belum terdapat aturan teknis atas ketentuan pembebasan PPh Final UMKM atau aturan turunan UU HPP. Ditjen Pajak pun menghimbau agar UMKM tertib mencatat aktivitas bisnis dan keuangannya.
Karena belum ada aturan turunannya, silakan UMKM dapat melakukan pencatatan omzet secara mandiri terlebih dahulu," tertulis dalam cuitan @kring_pajak pada Selasa (15/2/2022).
Poin-poin yang dapat masuk dalam catatan keuangan UMKM di antaranya adalah perincian omzet dan perhitungan PPh Final, yang kemudian harus masuk dalam surat pemberitahuan (SPT) Tahunan. Perincian omzet dapat menggambarkan apakah UMKM terkait bisa memperoleh pembebasan PPh Final atau akan membayar pajak.
@kring_pajak mencontohkan terdapat UMKM yang memiliki penghasilan bruto setiap bulan Rp150 juta, lalu pada Januari—Maret wajib pajak tersebut belum memiliki kewajiban setor pajak karena omzetnya baru Rp450 juta. Memasuki bulan keempat, penghasilan brutonya telah mencapai Rp600 juta.
Pada April, omzet kena pajak dari UMKM tersebut adalah Rp100 juta, karena Rp500 juta pertama bebas dari PPh Final. Maka, UMKM itu menyetor pajak 0,5 persen dari Rp100 juta atau Rp500.000.
0 Komentar